Seorang anak akan tumbuh dan berkembangan dengan pribadi yang dibentuk oleh orang tuanya. Pola asuh yang salah dapat menyebabkan renggangnya hubungan anak dan orang tua, serta membuat anak akan tumbuh tidak percaya diri saat dewasa. Ratih Ibrahim, psikolog sekaligus pendiri Personal Growth menyatakan banyaknya rasa trauma yang diberikan kepada anak, maka semakin besar pula traumanya.
Hal ini dapat menciptakan hubungan yang 'beracun' antara anak dan orang tua. Ketua Program Studi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), Dr. Rose Mini Agoes Salim juga mengatakan bahwa renggangnya hubungan tersebut disebabkan sikap orangtua yang agresif, menekan, dan seolah paling mengerti atas anaknya.
Dampak Jangka Panjang Pola Asuh Toksik
Pola asuh toksik tidak hanya berdampak pada hubungan anak dengan orang tua, tetapi juga dapat mempengaruhi kehidupan anak di masa depan. Selain itu, pengalaman negatif masa kecil dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak dan membentuk pola perilaku yang dapat bertahan hingga dewasa.
Beberapa dampak jangka panjang dari pola asuh toksik antara lain:
- Kesulitan membina hubungan yang sehat.
- Gangguan kesehatan mental
Penelitian yang dilakukan oleh Tim Psikologi Universitas Indonesia menunjukkan bahwa pola asuh toksik dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD) pada anak-anak saat mereka dewasa.
- Rendahnya harga diri
Anak-anak yang terus-menerus dikritik atau diremehkan oleh orang tua toksik cenderung memiliki harga diri yang rendah. Hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk karir dan hubungan sosial.
- Kesulitan mengatur emosi
Orang tua toksik sering kali tidak mengajarkan keterampilan regulasi emosi yang sehat kepada anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak mungkin tumbuh menjadi orang dewasa yang kesulitan mengelola emosi mereka secara efektif.
- Memutus Siklus Toksisitas
Meskipun dampak pola asuh toksik dapat sangat merusak, ada harapan bagi mereka yang telah mengalaminya. Dr. Roslina Verauli, seorang psikolog klinis dan penulis buku "Mendidik Anak Tanpa Kekerasan", menekankan pentingnya membangun pola kelekatan yang aman meskipun memiliki pengalaman masa kecil yang sulit.
Beberapa langkah yang dapat diambil untuk memutus siklus toksisitas ini meliputi:
- Terapi: Konseling atau psikoterapi dapat membantu individu memproses trauma masa kecil dan mengembangkan pola pikir serta perilaku yang lebih sehat.
- Pendidikan diri: Mempelajari tentang pola asuh yang sehat dan perkembangan anak dapat membantu memutus siklus pola asuh toksik.
- Membangun sistem dukungan: Mencari dukungan dari teman, keluarga, atau kelompok dukungan dapat membantu dalam proses penyembuhan.
- Praktik perhatian penuh (mindfulness): Teknik-teknik seperti meditasi dapat membantu individu mengelola emosi dan mengurangi stres.
Pada intinya pola asuh toksik memiliki dampak yang mendalam dan jangka panjang pada anak-anak. Namun, dengan kesadaran, dukungan, dan upaya yang tepat, siklus toksisitas ini dapat diputus. Penting bagi masyarakat Indonesia untuk memahami pentingnya pola asuh yang sehat dan memberikan dukungan kepada mereka yang berusaha untuk pulih dari pengalaman masa kecil yang sulit.
Referensi:
http://repository.uinfasbengkulu.ac.id/384/1/1811240206%20FTT%20PGMI%20RIO%20ERLANGGA%20PUTRA.pdf
https://perpustakaan.jakarta.go.id/book/detail?cn=JAKPU%2F12110000000276
https://repository.uin-suska.ac.id/53957/1/SKRIPSI%20GABUNGAN.pdf
Tags
Cek Fakta