Hidup Setelah Berduka

    


    Lama-kelamaan, kehampaan itu akan terasa semakin perih dan luka yang semula tampak kering itu basah lagi. Pikiran akan menjadi semakin terombang-ambing, sementara telinga mulai berdengung seperti dihantam ombak yang kuat. Setiap gelombang membawa rasa kesepian yang mendalam. Hati bagai diremuk dan menjerit kesakitan. Perasaan pun semakin hancur dan tidak karu-karuan. Sampai akhirnya kita tenggelam dalam lautan, yang kata orang-orang bernama rindu.

Sangat rindu. 

It's true.

Kehampaan dalam hidup setelah berduka itu memang nyata.

    Rasanya mirip dengan kapal di tengah badai lautan. Seringkali ketika sedang merasa baik- baik saja - baik ketika melalui suatu tempat, melakukan suatu aktivitas tertentu seperti bermain badminton, menghirup wangi seseorang saat berpapasan, atau sekadar menyantap hidangan favorit perlahan kenangan-kenangan lama tiba-tiba muncul ke permukaan.

 Dan kamu tahu apa yang paling sakit? Knowing that he's not there to see me grow up. Aku merindukan kehadirannya di setiap momen penting dalam hidupku, mulai dari hari pertama sekolah, saat aku berhasil mendapatkan nilai terbaik, atau sekadar ketika aku butuh pelukan di tengah malam.

Mom, I wish you were here.

    So, how do you cope with loss? Setiap orang punya caranya masing-masing, tapi satu hal yang pasti, kita semua berhak merasakan kebahagiaan lagi. Dan mungkin, hanya mungkin, kebahagiaan itu bisa datang saat kita belajar berdamai dengan rindu yang tak pernah hilang.

Until we meet again in our new eternal homе, kesayanganku.

    Tapi, kemudian, kenyataannya. Ketika malam datang, dan semua menjadi hening, rindu itu mulai berbicara lagi. It whispers in the silence, reminding me of everything I've lost. Kehilangan yang aku rasakan itu bukan cuma tentang kehilangan seorang ayah. Itu tentang kehilangan rasa aman, kehilangan sosok yang seharusnya ada untuk memelukku saat aku terjatuh, someone who would tell me that everything will be okay.

    Tapi, hidup terus berjalan. Aku mulai belajar bahwa meskipun luka ini tidak akan pernah benar-benar sembuh, aku bisa belajar untuk hidup bersamanya. Seperti yang kita dengar dalam lagu yang populer di Indonesia, 'Gala bunga matahari' karya Sal Priadi itu.

"Kadang aku menangis bila aku perlu. Tapi, aku sekarang sudah lebih lucu," katanya.

    Memang sekarang aku sudah lebih lucu. Aku mulai menemukan kekuatan dalam diriku, kekuatan yang mungkin diwariskan oleh ayahku. Setiap hari adalah proses menerima, bahwa rindu ini akan selalu menjadi bagian dari diriku. Rindu itu seperti gelombang, ya. Kadang datang pelan-pelan, kadang menghantam begitu keras sampai sulit bernafas. Dan kamu tahu apa yang paling menakutkan? It never really goes away. Rasa rindu itu menjadi teman setia, meskipun tak diundang.

    Ada hari-hari di mana aku merasa baik-baik saja. Seperti saat matahari pagi menyentuh wajahku, seolah berkata, "Hei, lihat, dunia ini masih indah." Aku mulai percaya, mungkin, aku bisa menjalani hari-hariku dengan normal. Aku bisa tertawa, aku bisa bermain, aku bisa berpura-pura semuanya baik-baik saja.

    Mungkin aku tidak bisa menghilangkan rasa rindu ini, tapi aku bisa menjadikannya sebagai pengingat. Pengingat bahwa aku pernah sangat mencintai dan dicintai. Pengingat bahwa yang telah pergi akan selalu ada di hati. Pengingat bahwa aku masih memiliki mereka yang hidup dan bertumbuh bersamaku di sini. Juga pengingat bahwa kita semua pasti akan pergi.

Klik Blog

Halo! Saya Sayidah, mahasiswi jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta. Saya lahir dan besar di Cirebon, kini merantau untuk mengejar passion dalam menulis, terutama artikel, berita, dan puisi. Selain menulis, saya juga menyukai fotografi, seni, budaya, dan desain grafis, seperti pembuatan layout dan flayer. Di Klik Blog ini, saya berbagi pemikiran, pengalaman, dan karya-karya saya. Semoga bisa memberikan inspirasi dan sudut pandang baru bagi Anda. Selamat datang dan selamat menjelajahi!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama